Perkembangan Anak
Dari pengertian diatas, memilih untuk bertanggung-jawab berarti orangtua terlibat langsung menentukan proses penyelenggaraan pendidikan, penentuan arah dan tujuan pendidikan, nilai-nilai yang hendak dikembangkan, kecerdasan dan keterampilan, kurikulum dan materi, serta metode dan praktek belajar (bdk. Sumardiono, 2007:4).
Hal ini didasarkan pada persepsi orang tua terhadap potensi dan kemampuan anak-anaknya yang unik dan potensial. Pernyataan ini diperkuat oleh Seligman (1991), psikolog dari Universitas Pennsylvania, ia menyatakan bahwa sebagian orang bereaksi lebih sensitif terhadap prasangka. Keadaan ini berdampak pada keterlibatan emosi, kenerja otak dan kemampuan belajar anak.
Pernyataan tersebut dipertegas oleh Goleman, bahwasannya tanpa keterlibatan emosi, kegiatan saraf otak itu kurang dari yang dibutuhkan untuk ‘merekatkan’ pelajaran dalam ingatan (Goleman, 1995).
Dari pernyataan diatas dapat didefenisikan bahwa emosi merupakan suasana yang kompleks (a complex feeling state) dan getaran jiwa (a strid up date) yang menyertai atau muncul sebelum/sesudah terjadi suatu prilaku. Aspek emosi dari suatu prilaku pada umumnya selalu melibatkan tiga variabel, yaitu ; rangsangan yang menimbulkan emosi (the stimulus variable), perubahan-perubahan fisiologis yang terjadi bila mengalami emosi (the organismic variable), dan pola sambutan ekspresif atas terjadinya pengalaman emosi itu (the response variable).
Bridges (Loree, 1970:82) menjelaskan proses perkembangan dan diferensiasi emosi pada anak sebagai berikut :
• Pada saat dilahirkan setiap bayi diperlengkapi kepekaan umum terhadap rangsangan-rangsangan tertentu (bunyi, cahaya, temperatur)
• Dalam periode 3 bulan pertama ketidaksenangan dan kegembiraan dideferensiasikan (melalui penularan)dari emosi orang tua
• Dan perkembangan selanjutnya, hingga anak mengerti dan memahami emosi yang di alaminya.
Dalam buku “A Celebratio of Neurons”, Sylwester merumuskan bagaimana kekuatan emosi terhadap pekembangan otak. Kuncinya adalah membangun ikatan emosi tersebut, yaitu dengan menciptakan kesenangan dalam belajar, menjalin hubungan, dan menyingkirkan segala ancaman dari suasana balajar.
Keadaan ini sangat sesuai dengan konsep homeschooling, karena sebagian besar aktifitas kegiatan belajar berada dalam kontrol orang tua yang mengerti bagaimana karakteristik dan kepribadian anak sehingga secara tidak langsung setiap interaksi yang dilakukan orang tua menyangkut pembelajaran dapat meningkatkan pemahamannya karena disampaikan dalam suasana rileks dan kasih sayang tanpa membunuh karakteristik dan ke unikan anaknya tersebut.
Dalam meningkatkan kesuksesan aktifitas belajar, tidak hanya meningkatkan suasana emosi dan lingkungan yang menyenangkan, sisi lain yang perlu kita perhatikan adalah bagaimana kepribadian anak, hal ini menyangkut kesulitan belajar atau derajat resiko pribadi itu sendiri untuk membuat anak menahan diri atau mengalami downshift (Jensen, 1994), menyebabkan belajar mandek.
Untuk mengatasi hal ini, Bobbi DePorter dkk, merumuskan formula meningkatkan kinerja aktifitas pembelajaran, yaitu menyangkut unsur, pertama, pada saat orang tua memperkenalkan isi pelajaran, orang tua bisa menyajikannya dengan melihat aspek-aspek berikut :
• Multisensori; menyangkut dalam penggunaan unsur visual, auditori, dan kinestetik.
• Pemotongan menjadi segmen; dalam artian bahwa setiap informasi/ materi dipecah dalam segmen-segmen inti yang terdiri dari tiga sampai empat “infobytes”.
• Menginsentifkan pengulangan dan pengembangan terhadap lingkungan nyata/sekitarnya, dengan tujuan agar informasi tersebut dapat terserap maksimal dan dapat di asosiasikan dalam kehidupan sehari-hari anak, sehingga mereka memahami apa yang terjadi dan di sekitarnya.
Kedua, buat suatu projek baik itu individu maupun kelompok. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk memantapkan pemahaman dan kinerja otak kanan dan kiri anak. Kemudian ketiga, melakukan pendekatan personal mengenai apa yang baru mereka pelajari dan kembangkan, keadaan ini membantu mereka dalam meningkatkan kemampuan logika dan penalaran.
Tetapi untuk memaksimalkan kemampuan anak, kita terlebih dahulu mengetahui bagaimana perkembangan anak dan kecerdasan yang mereka miliki. Dalam penjelasan selanjutnya akan dibahas mengenai kecerdasan berganda (multiple intelligences), pengaplikasiannya dalam kegiatan interaksi pembelajaran dan kaitannya terhadap perkembangan kepribadian dan potensi yang dimilikinya.
Seja o primeiro a comentar
Posting Komentar