Selasa, 04 Maret 2008

Menguak Fakta di Balik Keprihatinan, Pengangguran Berpendidikan

Oleh : Muhammad Fauzi Rahman

Ungkapan yang cukup bijak dalam menguak persepsi dan paradoks fenomena pengangguran yang terjadi pada tahun terakhir ini. Bagaimana tidak, berdasarkan data dan fakta yang ada, tingkat pendidikan dan satuan pendidikan yang dijalani masyarakat Indonesia terus menunjukkan kurva peningkatan dari tahun ketahun. Hal ini dikarenakan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya pendidikan semakin tinggi, keadaan juga didukung dengan semakin membludaknya perguruan tinggi yang memberikan program studi yang menarik dengan biaya yang cukup terjangkau dan masa studi yang cukup singkat.

Tiap tahun banyak sarjana-sarjana output perguruan tinggi terjun ke dunia kerja, bersaing dengan pencari kerja yang memiliki kemampuan dan kualifikasi beraneka ragam memperebutkan peluang dan posisi kesempatan kerja yang dapat dibilang sangat terbatas dalam suatu perusahaan. Yang sangat ironis, jumlah para pencari kerja tidak sebanding dengan kesempatan kerja yang diberikan, dan bahkan cukup jauh perbandingannya. Dalam hal ini siapakah yang dapat kita salahkan? Benarkah pemerintah yang bertanggung jawab penuh terhadap kondisi ini sepenuhnya?

Meningkatnya kesadaran manusia akan pentingnya pendidikan menjadi angin segar dunia pendidikan Indonesia, tetapi yang sangat disayangkan, keberadaan ini hanya sebuah klise pamor hidup untuk mencari status social, dan legitimasi tingkat pendidikan yang terkadang tidak bermutu karena hanya mengutamakan aspek kelulusan tanpa kualitas.

Dan sebagai dampaknya pengangguran berpendidikan dari tahun ketahun terus bertambah. Dan ironisnya penyumbang terbesar pengangguran di Indonesia adalah sarjana lulusan studi ilmu sosial. Hal ini, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Dirjen Dikti menunjukan, mereka yang tidak bisa bersaing di dunia kerja, umumnya merupakan lulusan progran studi Ilmu-ilmu Sosial.

Inilah paradoks keadaan kita, dan tidak di nafikan keberadaan ini membuat citra kualitas para sarjana khususnya dalam studi ilmu social begitu buruk dari pandangan masyarakat, karena tidak dapat menjadi aikon menuju kehidupan sejahtera dan berkualitas. Kadang paradigma ini tidak seutuhnya benar, pada dasarnya masa depan seseorang di tentukan oleh persiapan seseorang “mahasiswa” dari sekarang. Mengikuti pendidikan tinggi bukan jaminan untuk dapat pekerjaan, tetapi dengan pendidikan itu kita dapat menyingkap hidup memaknai keadaan, untuk memanfaatkan alam dan menciptakan lapangan pekerjaan.

Kalau kita hanya berpikir selesai studi dapat lapangan pekerjaan, ini hanyalah pungguk merindukan bulan dan cara berikir yang harus dibenahi, karena cara berpikir ini untuk para lulusan SMA/ SMK/ SMP yang pada dasarnya memiliki tingkat pendidikan dan skill yang terbatas. Mereka hanya dapat mencari pekerjaan, dan jika mereka dapat menciptakan pekerjaan hal ini dikarenakan keahlian dan cara berpikir maju yang mereka bina untuk persiapan hidup di kemudian hari.

Hal ini juga tidak jauh beda dengan para sarjana pendidikan. Cara berpikir yang hanya menganggap selesai studi dapat mengajar pada suatu sekolah sebagai sabuk pengaman kesejahteraan, maka dikhawatirkan pada 2010 nanti, para guru-guru/ sarjana pendidikan yang tidak dapat mengikuti perkembangan IPTEK akan jauh tertinggal dari para guru/ sarjana yang mempersiapkan diri untuk menyongsong perkembangan jaman. Keadaan ini sudah kita rasakan bersama, isu-isu perdagangan bebas dan sekolah-sekolah bertaraf internasional membuat para pemimpin perusahaan dan sekolah-sekolah merekrut pegawai dan pengajar yang berkualitas serta dapat menguasai bahasa internasional. Tidak jarang sekolah-sekolah yang menyatakan dirinya sekolah bertaraf internasional mendatangkan guru-guru dari luar,untuk memenuhi kapasitas pengajarannya yang mengacu pada kurikulum internasional.

Dimanakah keberadaan kita sekarang ? Apakah kita hanya bersantai ria, hidup glamour dan hidonis yang kini menjadi virus kehidupan para mahasiswa. Apakah Anda mau menjadi Mahsiswa biasa-biasa saja, dipandang sebelah mata dan kadang tidak diakui kedudukan dan kualitasnya oleh masyarakat? Saya berharap itu bukan Anda.

Jadilah Aktor dari Kemajuan Bangsa, Bukan Jadi Sampah Pembangunan dan Penyakit Masyarakat. Karena masa depan Anda ! Anda yang menentukannya, dari sejauh mana Anda mempersiapkannya mulai dari SEKARANG.

Seja o primeiro a comentar

Apa perbedaan antara hambatan dan kesempatan? Perbedaannya terletak pada sikap ita dalam memandangnya. Selalu ada kesulitan dalam setiap kesempatan: dan selalu ada kesempatan dalam setiap kesulitan.(J. Sidlow Baxter)

Fauzi Blog's © 2008 Template by Dicas Blogger.

TOPO