Model Homeschooling
Model pembelajaran homeschooling pada dasarnya bersifat unique. Hal ini didasarkan bahwa tiap keluarga mempunyai nilai dan latar belakang berbeda, setiap keluarga akan melahirkan pilihan-pilihan model homeschooling yang unique.
Sistem homeschooling memiliki beberapa model yang erat kaitannya pada perkembangan dan keinginan orangtua meningkatkan interaksi edukatif terhadap anaknya, baik itu dalam model pembelajaran yang sangat tidak terstruktur (unschooling) hingga yang sangat terstruktur seperti belajar di sekolah (school at-home).
a. School at-home
b. Unit studies
c. Charlotte Mason atau The Living Book Approach
d. Classical , Waldorf , Montessori , dan Eclectic.
e. Unschooling atau Natural Learning
School at-home approach adalah suatu model pendidikan yang serupa dengan yang diselenggarakan di sekolah. Hanya saja, tempatnya tidak di sekolah, tetapi di rumah. Metode ini juga sering disebut textbook approach, traditional approach, atau school approach.
Unit studies approach adalah suatu model pendidikan yang berbasis pada tema (unit study). Pendakatan ini banyak dipakai oleh orang tua homeschooling. Dalam pendekatan ini, siswa tidak belajar satu mata pelajaran tertentu (matematika, bahasa, dsb), tetapi mempelajari banyak mata pelajaran sekaligus melalui sebuah tema yang dipelajari. Metode ini berkembang atas pemikiran bahwa proses belajar seharusnya terintegrasi (integrated), bukan terpecah-pecah (segmented).
The living books approach adalah suatu model pendidikan melalui pengalaman dunia nyata. Metode ini dikembangkan oleh Charlotte Mason. Pendekatannya dengan mengajarkan kebiasaan baik (good habit), keterampilan dasar (membaca, menulis, matematika), serta mengekspose anak dengan pengalaman nyata, seperti berjalan-jalan, mengunjungi museum, berbelanja ke pasar, mencari informasi di perpustakaan, menghadiri pameran, dan sebagainya.
The classical approach adalah suatu model pendidikan yang dikembangkan sejak abad pertengahan. Pendekatan ini menggunakan kurikulum yang distrukturkan berdasarkan tiga tahap perkembangan anak yang disebut Trivium. Penekanan metode ini adalah kemampuan ekspresi verbal dan tertulis. Pendekatannya berbasis teks/literatur (bukan gambar/image).
The waldorf approach adalah suatu model pendidikan yang dikembangkan oleh Rudolph Steiner, banyak ditetapkan di sekolah-sekolah alternatif Waldorf di Amerika. Karena Steiner berusaha menciptakan setting sekolah yang mirip keadaan rumah, metodenya mudah diadaptasi untuk homeschool.
The montessori approach adalah suatu model pendidikan yang dikembangkan oleh Dr. Maria Montessori. Pendekatan ini mendorong penyiapan lingkungan pendukung yang nyata dan alami, mengamati proses interaksi anak-anak di lingkungan, serta terus menumbuhkan lingkungan sehingga anak-anak dapat mengembangkan potensinya, baik secara fisik, mental, maupun spiritual.
The eclectic approach, model pembelajaran ini memberikan kesempatan pada keluarga untuk mendesain sendiri program homeschooling yang sesuai, dengan memilih atau menggabungkan dari sistem yang ada.
Unschooling approach berangkat dari keyakinan bahwa anak-anak memiliki keinginan natural untuk belajar dan jika keinginan itu difasilitasi dan dikenalkan dengan pengalaman di dunia nyata, maka mereka akan belajar lebih banyak daripada melalui metode lainnya. Unschooling tidak berangkat dari textbook, tetapi dari minat anak yang difasilitasi.
Di Indonesia, terdapat dua format homeschooling yang menjadi acuan keluarga, format ini mengacu pada model homeschooling diatas, yang merupakan mekanisme interaksi edukatif. Format homeschooling ini meliputi :
Homeschooling tunggal adalah suatu format homeschooling yang dilaksanakan orangtua dalam satu keluarga, dimana dalam pelaksanaannya tidak bergabung dengan keluarga lain yang menerapkan homeschooling tunggal. Dalam artian bahwa orang tua bertanggung jawab penuh terhadap semua perkembangan dan pendidikan yang akan diberikan ke anaknya tanpa ikut serta membina homeschooling dengan keluarga lainnya.
Homeschooling majemuk adalah suatu format homeschooling yang dilaksanakan oleh dua atau lebih keluarga yang menganut homeschooling, dimana mereka memilih untuk menyelenggarakan satu atau lebih kegiatan bersama. Dalam format ini, setiap keluarga tetap memiliki fleksibilitas untuk menjalankan kegiatan inti maupun kegiatan lainnya secara mandiri dan tersetruktur.
Untuk meningkatkan kinerja dan sistem homeschooling ini, pembentukan suatu komunitas juga di perlukan untuk mempermudah pemerintah dalam pendataan dan kinerja yang telah ditetapka. Ketika banyak pihak yang melaksanakan homeschooling bergabung dan menyusun atau menentukan silabus serta bahan ajar bagi peserta didiknya, maka itu merupakan suatu kelompok belajar atau disebut Komunitas Belajar.
Satuan Komunitas Belajar merupakan satuan pendidikan jalur nonformal. Acuan sistem ini terdapat dalam UU mengenai Komunitas Belajar ada pada UU 20/2003 pasal 26 ayat (4):
"Satuan pendidikan non formal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis."
Peserta didik dari Komunitas Belajar yang memenuhi persyaratan dapat mengikuti ujian nasional pendidikan kesetaraan pada jalur pendidikan non formal. Hal itu sejalan dengan UU 20/2003 pasal 26 ayat (6):
"Hasil pendidikan non formal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah atau pemerintah daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan."
Untuk mendapatkan pengakuan (legalitas) dan agar kegiatan homeschooling bisa memperoleh penilaian dan penghargaan melalui pendidikan kesetaraan, perlu ditempuh langkah-langkah pembentukan Komunitas Belajar sebagai berikut:
1. Mendaftarkan kesiapan orang tua/keluarga untuk menyelenggarakan
pembelajaran di rumah/lingkungan kepada Komunitas Belajar.
2. Berhimpun dalam suatu komunitas.
3. Mendaftarkan komunitas belajar pada bidang yang menangani pendidikan
kesetaraan pada Dinas Pendidikan kabupaten/kota setempat.
4. Mengadministrasikan peserta didik sesuai dengan program paket belajar yang
diikutinya.
5. Menyusun program belajar dan strategi penyelenggaraan secara menyeluruh
dan berkesinambungan sesuai dengan program paket belajar yang
diselenggarakannya.
6. Mengembangkan perangkat pendukung pembelajaran.
7. Melakukan penilaian terhadap hasil belajar yang dicapai peserta didik secara
berkala per semester.
8. Mengikutsertakan peserta didik yang sudah memenuhi persyaratan dalam Ujian
Nasional.
Sejalan dengan hal di atas, pemerintah pusat dan pemerintah daerah berkewajiban untuk:
1. Melakukan pendataan Komunitas Belajar dan sekolah rumah yang menjadi
anggotanya.
2. Melakukan pembinaan terhadap Komunitas Belajar.
3. Memfasilitasi terselenggaranya ujian nasional bagi peserta didik sekolah rumah
yang terdaftar pada Komunitas Belajar.
Seja o primeiro a comentar
Posting Komentar